TN Baluran

Ketika dalam perjalanan menuju Bali, sampailah kami sekeluarga di sebuah SPBU di daerah Situbondo Jawa Timur.

Tentu maksudnya adalah untuk mengisi bensin yang sudah hampir kosong setelah melewati perjalanan dari Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo hingga Situbondo. Perjalanan itu adalah perjalanan hari ketiga setelah dua kali berhenti untuk menginap dalam perjalanan dari Bekasi menuju Bali.

Kami berlima, istri, dua anak dan adik bontot istri yang mau ikut, entah sugesti apa hingga si bontot mau ikut dalam perjalanan sejauh itu, perjalanan yang sampai Situbondo sudah lebih dari 900 Km, padahal perjalanan dekat saja dia selalu mabuk perjalanan.

Mobilpun ikut mengantri, namun pas sampai di dekat mesin pengisian, pegawai SPBU langsung bilang :

“Wah maaf pak, PLNnya mati mendadak”

“Waduh gimana dong? Indikator bensin saya udah hampir E nih”?

“Tenang aja pak, di depan masih ada dua pom bensin lagi sebelum masuk hutan”. Kata pegawai SPBU.

Mendengar kata “hutan” si Kakak langsung bangun, rupanya tadi tidak tidur dengan pulas, dan diapun berbisik :

“Ayah, tutupin kacanya yah, kita mau masuk hutan”.

Kami semua tersenyum, mengetahui si Kakak begitu sangat ketakutan mendengar kata hutan. Padahal ketika mudik ke rumah neneknya di Majalengka, sebelum sampai di rumah neneknyapun masuk hutan dulu.

IMG-20151222-00761

Akhirnya mobilpun meninggalkan SPBU tersebut, dan berjalan beberapa kilometer. Dari SPBU pertama jalanan masih seperti sebelumnya, jalan khas Pantura Jawa, yang jalanan landai, sedikit berkelok, berada dipinggir laut, yang ombaknya kecil, air laut terlihat dangkal, air beriak tanda tak dalam, kata peribahasa.

Sampailah di SPBU pertama, dan langsung masuk di  tempat pengisian bahan bakar, isi full, kata Istri. Ternyata diisi cuma Rp. 150.000, itupun jarumnya sudah menunjuk indikator F alias full.

Perjalanan kami lanjutkan, entah apa yang ada di benak mereka, saya hanya memikirkan bagaimana kalau terjadi hal yang tidak diinginkan di dalam hutan itu yang katanya seram, tidak ada penghuninya, jalanan berkelok naik turun, maklum mobil tua, cc kecil dan belinya pun dicicil empat tahun.

Sesampainya di pintu gerbang benar saja, langsung dihadapkan dengan macet, di jalan yang belok patah ke kanan nanjak pula, mobil berjalan lambat, ternyata diujung tanjakan ada mobil tronton yang sedang berhenti kelihatannya sedang mogok, setelah melewatinya, jalanpun sedikit lancar. “Kalau begini harus mendahului yang lain” gumamku. Beberapa mobil berhasil didahului. Jalannya memang mulus, hingga bisa memacu kendaraan sedikit kencang.

Penasaran masih menggelayuti pikiran, katanya hutan Taman Nasional Baluran ini seram, kok biasa aja, apa seramnya? Malah kalau dihitung masih seram perjalanan dari Cikijing Majalengka ke Panjalu Ciamis lewat gunung Bitung Maniis, jalanan kecil, masih banyak lubang, pohon pinus menjulang puluhan meter. Ini katanya hutan, pohonan kecil, rumput savana menghampar sejauh mata memandang. Menurut cerita hutan ini adalah hutan miniatur Afrika. Ditemukan oleh orang Belanda, habitat satwanya hampir menyerupai habitat satwa di Afrika. Mobil terus melaju hingga sampailah di satu tempat yang terdapat banyak mobil berhenti, ternyata mobil berhenti di tempat sekumpulan monyet, dan mereka melempar makanan ke kumpulan monyet tersebut. Ketika mau berhenti justru si kecil menjerit, kenapa Bunda? Dia ketakutan ya? Tanyaku. Iya Yah, kata Istriku. Akhirnya pejalanan dilanjutkan tanpa bisa bercengkrama dengan penghuni Taman Nasional Baluran Situbondo.

Tepat jam 17.29 WIB, kamipun tiba di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, tempat yang akan menyebrangkan kami menuju pulau dewata Bali….

 

Tinggalkan komentar